Wednesday, December 31, 2014

Catatan pertama di 2015 tentang 2014. :"D

2014?

Apa yang terjadi dalam hidupku selama 2014?
Banyak!

2014 kuawali dengan perasaan sangat berbunga-bunga. Sampai sekarang masih berbunga-bunga dan kuharap selamanya. Yap. 2014 kuawali bersama orang (yang tadinya) asing namun kini ia menjadi seseorang yang selalu aku lihat terakhir kali sebelum terlelap dan pertama kali kulihat saat aku membuka mata di pagi hari.

Menikah di penghujung 2013, membuatku memiliki setumpuk rencana dan pengharapan di 2014. Salah satunya tentang anak. :')))

Aku menyelesaikan pendidikan profesi dokterku di akhir november 2013 dan menikah di desember 2013. Di bulan yang sama juga aku pun diyudisium sebagai seorang dokter karena telah menyelesaikan kepaniteraan klinik senior sebagai syarat yudisium. Namun perjuanganku belum berhenti sampai di situ. Aku harus mengikuti ujian kompetensi untuk bisa dinyatakan berkompeten dan dapat menjalankan tugas layaknya seorang dokter. Rumit, panjang, dan melelahkan. Karena alasan itu, aku dan suami sepakat menunda sebentar untuk memiliki anak. Ya dikarenakan alasan itu tadi. Masih banyak yang harus aku lewati untuk mendapatkan selembar sertifikat kompetensi dan surat tanda registrasi sebagai seorang dokter. :'D

Sebenarnya aku kurang setuju kalau harus menunda kehamilan hanya karena ujian ini. Namun suamiku jauh lebih dewasa dan berpikiran panjang. He knows me better than I understand about my ownself. Dia sungguh mengenalku meskipun kami baru menikah sebulan dan baru kenal selama kurang lebih 2 tahun belakangan ketika itu. Dia tau kalau aku pasti akan sulit berkonsentrasi menghadapi ujian jika aku menjalaninya dalam keadaan berbadan dua. Karena jelas, pikiranku pun pasti terbagi dua antara ujian dan kesehatan kehamilanku. Di samping itu, dia pun khawatir akan kesehatanku dan janinku bila aku terlalu memforsir diri untuk belajar yang bisa berujung stress karena sungguh ujian yang aku hadapi bukanlah sesuatu yang mudah. Dia ingin aku fokus dulu menyelesaikan kewajibanku sebagai seorang dokter baru kemudian kami fokus program hamil. Walaupun aku tahu dalam lubuk hatinya dia juga sangat ingin segera memiliki anak dari pernikahan kami. :')

Luar biasa rencana Allaah, akupun menuruti apa yang suamiku rencanakan dan perintahkan. Banyak kejadian, air mata dan tenaga serta biaya yang tidak sedikit juga pastinya yang harus kami keluarkan ketika aku menjalani ujian ini. Aku juga harus menjalani serangkaian bimbingan dan pelatihan karena aku merasa apa yang kudapatkan selama kuliah dan koass belumlah cukup sebagai bekalku menghadapi ujian ini. Tentunya juga, di akhir itu semua jelas banyak hikmah dan keajaiban yang bisa aku petik. Salah satunya adalah aku dan teman-temanku akhirnya bisa menjalani sumpah dokter dan dilantik sebagai dokter. Rasanya sebagian beban di pundakku terangkat saat mendengar namaku dipanggil ke podium untuk menandatangani berita acara sumpah. Walaupun saat itu statusku masih juga belum lulus ujian kompetensi. Ya, karena ujian yang akan aku hadapi selanjutnya mengharuskan aku sudah sah dilantik sebagai dokter. Namun setidaknya sudah bisa disumpah saja rasanya membuatku tak henti mengucap syukur pada Allaah.

Disumpah dan dilantik dokter pada akhir mei 2014, 5 bulan setelah pernikahan kami. Memasuki bulan ke 6, kami memutuskan menyudahi program KB dan akan segera melaksanakan program kehamilan karena aku sudah tak sabar rasanya ingin segera menimang bayi darah dagingku sendiri. Ujian kedua sudah aku lewati, dan saat itu hasilnya belum keluar. Namun aku pasrahkan pada Yang Maha Kuasa karena Ia pasti punya rencana indahNya yang lain. Aku dan suami mantap dan sepakat untuk tidak lagi menunda kehamilan dan melakukan program agar kami bisa segera memiliki anak.

Kami masih menjalani program yang natural dan alami terlebih dahulu, karena sebelumnya kami memang belum berusaha memiliki momongan. Jadi berusaha sendiri dulu sebelum berkonsultasi atau meminta bantuan dari dokter kandungan. Tidak lupa tentunya usaha itu kami barengi dengan doa. Dan luar biasa memang karuniaNya kepada keluarga kecil kami. Sebulan setelah disumpah dokter, aku dinyatakan positif hamil. Secepat itu Ia kabulkan doa dan keinginanku. Pengharapanku. Pengharapan kami berdua. Tanpa Ia memintaku bersabar. Tanpa Ia memintaku harus menunggu lama. Saat itu awal bulan ramadhan. Tentunya kabar kehamilanku ini merupakan anugerah dan berkah tiada tara untukku dan suami di awal bulan yang penuh ampunan itu. :")

Namun seakan semua belum cukup, Allaah berikan lagi karuniaNya di awal bulan Juli dengan pengumuman ujianku dan aku dinyatakan lulus uji kompetensi. Saat itu rasanya aku tak sanggup berkata apa-apa lagi selain puja dan puji syukur ke hadiratNya atas apa yang telah Ia berikan kepadaku. Dari mulai kelancaran acara sumpah dokter, anugerah kehamilan, hingga lulus ujian. Diberikan anugerah yang bertubi-tubi itu, apa lagi yang dapat aku lakukan sebagai seorang hamba selain mengucap syukur dan juga mohon ampunanNya karena apa yang telah Ia berikan sangat tidak sebanding dengan dosa dan kelalaian yang telah aku buat kepadaNya. :""""))))

Rencana-rencana yang kami berdua atur seakan memang menemui jalannya sendiri-sendiri. Semuanya tiada lain dan tiada bukan karena aku berpasrah diri kepada Allaah dan juga menuruti apa yang suamiku sarankan sebagai salah satu bentuk usaha ketaatanku sebagai hamba dan baktiku sebagai istri.

Salah satu keajaiban yang hingga kini selalu berhasil membuatku menitikkan air mata haru dan bahagia adalah tentang kehamilanku ini. Di mana aku selalu merasa takjub dan hampir-hampir tak percaya ada calon manusia yang tengah berguling manja di dalam rahimku. Namun satu yang sangat aku percaya dan yakini, aku mengandung calon anak yang kuat dan hebat. Bagaimana tidak, saat memutuskan untuk segera ingin hamil itu aku tengah berada dalam kondisi sedikit underpressure. Sedikit. Karena seperti yang kubilang tadi, bebanku seperti terangkat setengah setelah aku disumpah menjadi dokter. Namun tetap saja fisik dan psikisku ikut tertekan karena sebelum ujian aku melakukan perjalanan keluar kota beberapa kali dalam rentang waktu kurang dari dua minggu saja. Namun dua minggu dari situ kemudian aku positif hamil, rasa-rasanya memang tidak ada keyakinan lain selain Allaah memang sedang mengamanahkan aku seorang calon manusia yang kuat, seorang calon manusia yang hebat, insya Allaah.

Setelah ini memang belum selesai perjuanganku sebagai seorang dokter. Seperti yang aku ceritakan di postinganku beberapa waktu yang lalu, aku harus menjalani program internsip selama 1 tahun agar STR sementaraku bisa berubah menjadi STR tetap dan aku bisa menjadi dokter yang mandiri atau membuka praktek sendiri. Bulan oktober 2014 kudapatkan surat yang aku peroleh dengan susah payah itu. Ya, STR kewenangan internsip. Ya, satu keberkahan lagi di 2014. Meskipun aku belum langsung menjalani internsip karena aku mau berkonsentrasi terhadap kehamilan anak pertamaku ini, namun aku bersyukur karena satu persatu urusan akademisku selesai. Dan lagi suami juga ingin seperti itu, aku menjalani kehamilan pertamaku ini dengan penuh ketenangan dan tidak terlalu memforsir tenagaku. :'))

Dengan banyaknya hal yang terjadi di 2014, membuatku menjadikan tahun ini sebagai tahun penuh keajaiban dan hikmah. Sungguh tahun yang penuh kesan. Dan sekarang, aku siap menghadapi tahun yang baru. 2015. Aku siap menjadi seorang ibu, aku menantikan dengan penuh sukacita kelahiran calon anakku, aku siap menjalani tugasku sebagai seorang dokter sekaligus ibu yang baik untuk anakku, aku siap menjalani internsip di sela kesibukanku mengurus anak, aku siap menjadi best working mom for my daughter and better wife for my husband. Insya Allaah.

So, farewell 2014. Thanks for all lessons given to me. I learned a lot. :)
And welcome 2015. Insya Allaah, I am ready.
Bismillaah.

Best regards,

Tassya.

*tulisan pertama di 2015. Ditulis sambil sesekali menitikkan dan mengusap air mata bahagia. Thanks Allaah.
:"))))

Tuesday, December 30, 2014

Ngeluhin Kehamilan Di Socmed, Is It Worth?

"Ya Allaah sakit banget, gak bisa tidur."

"Ya Allaah capek..."

"Ya Allaah badan rasanya gak enak banget, mual, muntah, ga selera apapun."

"Ya Allaah gak mood, bete, ih kesel!! Kenapa sih bawaannya gini banget..."

Mungkin kata-kata di atas sebagian sering dikeluhkan oleh ibu-ibu yang lagi hamil. Wajar sih muncul keluhan-keluhan seperti di atas. Sangat wajar malah. Yang gak wajar menurutku, kalo kalimat-kalimat di atas diumbar di media sosial. :|

Sorry to say, respon negatifnya mungkin kata-kata seperti : "gak bersyukur banget sih lo. Bersyukur lah udah dikasih hamil."

Coba deh pikir, pasti kata-kata tadi sangat mungkin keluar dari lisan wanita lain yang membaca keluhan di atas yang tidak atau belum seberuntung kita dikaruniai kehamilan. Iya, di luaran sana, banyak wanita yang merelakan banyak waktu, tenaga dan air mata bahkan mungkin darah, hanya untuk berada di posisi yang kita rasakan sekarang. Hanya untuk merasakan jadi wanita seutuhnya. Hanya untuk merasakan hamil.

Aku terinspirasi menulis postingan ini karena ngeliat salah satu temenku yang tiada hari tanpa buat status keluhan soal kehamilannya. Yang sakit ini yang sakit itu, yang nggak enak begini dan gak enak begitu. Jujur aku risih ngebacanya sebagai sesama wanita hamil. Memang, setiap ibu hamil itu berbeda-beda kondisinya. Cuma untuk mengeluh terus di sosial media, ya supaya apa sih? Jadi akhirnya aku tergelitik untuk ngasih tau dia langsung. Dan juga berpikir untuk menulis tulisan ini. Mudah-mudahan jadi bahan renungan buat wanita hamil lain di luar sana yang sama-sama rajin menumpahkan keluhannya di sosial media.

Ngeluh saat hamil itu wajar. To be honest, akupun banyak ngeluhnya selama hamil ini. Tapi jujur juga, keluhanku kebanyakan lebay dan drama. Karena aku pada dasarnya emang manja. Cuma, sebagian besar keluhanku ya cuma suamiku dan Allaah yang tau. :')
Sesekali ada juga mungkin aku ngeluh di sosial media. Tapi sesekali, dan akupun juga udah lupa kapan. Tadi kubilang mungkin loh, mungkin. Hihihi. x)))

Nah, yang gak wajar itu kalo kita terus-terusan ngeluh dan ngeratapin keadaan gak enaknya bawaan badan kita ini, apalagi di sosial media. Yang ada, orang yang baca jadi sebel. Apalagi kalo yang baca tuh wanita-wanita yang belum juga dikaruniai kehamilan padahal sudah menunggu bertahun-tahun. Iya kan? Kalo kita ngeluh terus keliatan nggak bersyukurnya. Bukankah kehamilan itu anugerah? Jadi kenapa harus banyak mengeluh.

Jadi, nggak ada salahnya menurutku kita simpan keluhan kita, kita tumpahkan hanya di hadapan dia dan Dia yang pantas. Ya. Tumpahkan keluh kesahmu selama kehamilan ini sebaiknya hanya pada suamimu, ayah dari janin yang tengah kamu kandung, yang tentunya sangat berhak dan wajib tau akan keluhan yang kamu rasakan saat ini. Jangan lupa juga, tumpahkan keluh kesahmu pada sang Maha Penentu Takdir, yang telah menakdirkanmu menjadi salah satu dari sekian banyak wanita seutuhnya di muka bumi. Karena apa? Karena jelas, curhat kepada suami dan Tuhanmu jauh lebih berguna dan bermanfaat dibanding kamu mengeluh dan meratap di media sosial.

Iya kan? Coba dipikir, ada gunanya gak kita ngeluh-ngeluh di socmed? Nggak ada. Seperti yang aku bilang tadi, yang ada orang yang baca sebel bahkan eneg. Ngeluh di sosmed, from my point of view, it doesn't help anything at all. Beneran. Tapi coba kamu curhatnya sama suami. Suami yang baik pasti mendengarkan keluhanmu dengan sabar, dan menenangkan kamu. Memelukmu dengan kasih, mengajarimu untuk bersabar, dan bonusnya dia pasti mau mijitin kaki kamu yang sakit dan pegal, misalnya. Sebagai tindakan untuk membantumu mengatasi keluhanmu. :D

Atau curhat sama Tuhan. Minta Dia meringankan segala keluhanmu, memberikanmu kesehatan dan kelancaran, serta kemudahan dan kekuatan dalam menjalani kehamilan ini. For me, it really works! Sehabis shalat, badanku selalu terasa enakan. Apakah itu sugesti atau tidak, wallaahu'alam. Tapi yang namanya connecting with God, it always bring us positive effect. :')

Jadi, ayo! Kurang-kurangin ngeluhnya di socmed. Nggak ada salahnya kita jaga perasaan wanita-wanita lain di luaran sana yang tengah atau telah menunggu lama datangnya kehidupan baru di dalam tubuh mereka. Nggak ada salahnya kita jaga perasaan sesama wanita. :)

Salam,

Tassya Junos.

*ditulis dalam keadaan ditendangin bocah dalam perut karena (mungkin) dia lapar. :))))))

Thursday, December 25, 2014

Normal atau....

Tulisan ini juga sebenarnya udah lama mau saya post, tapi moodnya gak dateng-dateng.
Lagi-lagi salahin mood. :))

Tapi nasib tulisan ini nggak sengenes postingan saya sebelumnya. Tulisan ini hanya sebatas ide yang masih menari-nari di kepala saya. Belum sempat tertuang dalam bentuk postingan seperti ini. Nah post ini sebenarnya pengen saya tulis pas di hari ibu kemarin tanggal 22 desember, tapi seperti yang udah saya ceritain di post sebelumnya, hari senin mood saya jelek banget gara-gara tulisan saya yang ilang tiba-tiba sebelum disave. Jadilah tulisan ini pun ikut terpending. :))

Kemudian kebetulan, entah senin atau selasa kemarin timeline twitter rame ngebahas soal lahiran normal atau operasi caesar. Pas banget, emang tema ini yang mau aku bahas dari kemarin itu. Karena momennya pun pas aku juga lagi hamil tua, udah masuk trimester ketiga yang artinya sebentar lagi launching, insyaa Allaah.
(((((LAUNCHING)))))

Walaupun hari ibu udah lewat beberapa hari yang lalu, tapi gak papalah, belom basi-basi banget, masih bulan desember dan lagi kayaknya konten postingan ini juga sebenernya bisa diposting kapan aja. Saya aja yang hobinya ngepas-ngepasin momen. :D

Jadi, masih ada di sini yang bilang kalo ibu yang melahirkan anaknya melalui proses non normal alias caesar itu gak menjadi ibu seutuhnya?

Guys, think again!

Kata-kata itu gak pantes keluar dari lisan seorang perempuan yang belum pernah merasakan hamil, berjuang antara hidup dan mati melahirkan seorang anak ke dunia ini, menyusui, merawat dan membesarkan anak tersebut. Pun lebih tak pantas lagi keluar dari lisan seorang ibu yang katakanlah ia beruntung bisa dengan lancarnya melahirkan anaknya secara normal. Karena ia pasti tau bagaimana rasanya membawa calon manusia selama 9 bulan dalam rahimnya sama seperti wanita yang melahirkan secara caesar. Mereka sama-sama seorang ibu. Setelah mengandung, melahirkan, menyusui, merawat dan membesarkan, tak logis jika wanita yang melahirkan secara caesar tak dianggap utuh sebagai seorang ibu. Dari semua peran seorang wanita dalam prosesnya menjadi seorang ibu yang mereka jalani itu, yang membedakan hanya pada proses persaliannya saja. Tentu tak masuk akal jika seorang ibu menganggap ibu lainnya belumlah lengkap menjadi seorang ibu "hanya" karena ia tak melahirkan dengan proses yang normal.

Terlebih lagi kata-kata itu sangat-sangat tidak pantas keluar dari lisan seorang pria, entah dia sudah menikah atau belum, sudah menjadi Ayah atau belum, karena lelaki selamanya tak akan merasakan bagaimana beratnya perjuangan seorang wanita menjadi ibu.

Intinya, tak seorangpun pantas menjudge seorang wanita yang melahirkan tidak dengan proses persalinan normal itu belum menjadi ibu yang seutuhnya.

Saya sendiri memang masih menjadi calon ibu. Saya belumlah pernah merasakan bagaimana rasanya melahirkan. Jika ditanya saya memilih normal atau caesar, tentu saya ingin sekali bisa melahirkan secara normal. Namun, saya menyerahkan semua keputusan tersebut kepada Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang terpenting saya dan bayi saya sehat dan selamat.

Saya mengusahakan dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk bisa bersalin normal nanti. Namun saya juga tak mau jadi wanita yang antipati terhadap proses persalinan secara operasi. Saya pun akan mempersiapkan mental saya jika nantinya dihadapkan pada suatu keadaan harus melahirkan bayi saya lewat jalan operasi. Walaupun saya terus berdoa agar kehamilan saya ini diberikan kesehatan dan kelancaran serta nantinya diberikan kemudahan dalam proses persalinan yang normal.

Inti dari tulisan saya ini, saya sangat tidak setuju jika perempuan yang melahirkan tidak melalui proses normal dianggap tidak menjadi ibu seutuhnya.

Tidakkah diperhitungkan masa mengandungnya selama 9 bulan membawa jabang bayi dalam rahimnya dengan segala suka dukanya?

Tidakkah diperhitungkan proses pemulihan ia pasca operasi yang kebanyakan justru lebih lama dan akhirnya lebih menyakitkan dibanding proses persalinan normal?

Tidakkah diperhitungkan masa ia menyusui, di mana ia pun sama seperti ibu lain yang melahirkan secara normal, yang harus selalu menjaga asupan makanannya dan juga suasana hatinya agar selalu senang supaya ASInya bisa mengalir deras dan mencukupi kebutuhan bayinya?

Tidakkah diperhitungkan tangis dan air matanya serta malam-malam panjang yang ia lewatkan tanpa tidur karena harus menemani bayinya yang memaksanya untuk terjaga, terlebih jika anaknya itu sakit dan menjadi rewel?

Tidakkah diperhitungkan segala tenaga dan waktunya untuk menjaga, merawat, dan membesarkan dan mendidik anaknya hingga dewasa nanti?

Tidakkah itu semua cukup menjadi alasan bahwa mereka yang melahirkan secara caesar sungguhlah telah menjadi ibu yang utuh dan sempurna bagi anak mereka?

Karena sesungguhnya, proses persalinan adalah sebuah perjuangan antara hidup dan matinya seorang wanita, terlepas apakah bersalin normal atau tidak.

Saya memiliki dua orang kakak yang masing-masing telah memiliki anak. Keduanya melahirkan dengan proses yang berbeda, di mana kakak kedua saya melahirkan anaknya dengan jalan operasi. Kakak kedua saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya pada masa kehamilannya untuk bisa melahirkan normal, namun takdir berkata lain. Karena satu dan lain hal, keponakan saya harus dilahirkan secara caesar. Namun apakah saya melihat ada yang kurang dari diri kakak saya sebagai seorang ibu setelah ia melahirkan secara caesar? Tidak, sama sekali tidak. Ia adalah ibu yang sempurna untuk anaknya, dan di mata saya keputusan untuk menjalani operasi tersebut justru semakin menampakkan besarnya cinta seorang ibu kepada anaknya.

Sedangkan kakak pertama saya alhamdulillaah melahirkan anaknya dengan proses persalinan normal dan lancar. Dari pengalaman kedua kakak saya ini, sayapun jadi punya gambaran mengenai kedua proses persalinan ini, dan saya pun berusaha sebaik-baiknya mempersiapkan segala sesuatunya secara fisik dan mental untuk menghadapi keduanya nanti.

Lalu apakah tulisan ini saya buat karena membela kakak saya yang melahirkan secara caesar? Tentu tidak. Saya membela seluruh wanita yang dianggap tidak menjadi ibu seutuhnya hanya karena tidak bisa melahirkan secara normal. Karena bagi saya semua ibu itu utuh dan sempurna, tak peduli dengan cara apa dia menghantarkan kehidupan seorang manusia ke muka bumi ini. :')

With love,

Tassya.

Wednesday, December 24, 2014

Boys Will Always Be Boys, No Matter What. :D

Sebelumnya mau curhat dulu..
Postingan ini sebenernya udah siap posting dari hari senin kemarin, tinggal save kemudian publish, tiba-tiba aplikasinya error dan paksa tutup, alhasil tulisanku ilaaannggg...
Sakitnya tu di sini. *nunjuk jempol*

Dan moodnya lama banget balik gegara bete. Heuu..
Namanya bumil. Gak hamil aja aku sering cranky, gimana hamil.

Nggak tau deh apa isi postingan ini bakalan sama atau enggak kayak yang ilang kemaren. Secara kemaren idenya ngucur teros kayak keran bocor, kalo hari ini boro-boro. Masih ada sisa betenya gegara tulisanku ilang gitu aja, hiks. Ya walaupun tulisanku gak penting dan gak mutu apalagi berbobot, tetep aja gondok.

Oke deh langsung aja. Dari judul postingan ini, pasti kalian pernah dengar kan sebelumnya? Nah, sekarang coba kalian tengok pasangan kalian. Perhatikan. Sedewasa apapun dia, pasti punya sisi kekanakannya deh. Kebanyakan sih dari hobinya. Dan aku rasa itu sifat terselubungnya dari seorang lelaki.
Mereka akan tetap punya sifat kekanakan dan ego seorang anak kecil, walaupun mereka adalah calon Ayah, atau sudah menjadi Ayah sekalipun.

Setidaknya, itu yang kulihat dari pasanganku. :'D

Suamiku sosok yang baik. Ia lembut, penyayang, dewasa, bertanggung jawab, dan insya Allaah setia sampai akhir hayat. Dia adalah sosok calon Ayah yang baik di mataku. Ya, sebentar lagi dia akan jadi Ayah dari janin yang tengah berguling manja di rahimku saat aku menulis postingan ini. Dia pekerja keras, dan bertanggung jawab penuh atas diriku dan juga calon anak kami. Tapi di balik sikap dewasanya, dia juga punya hobi yang menurutku dan orang-orang di sekitarnya sungguh kekanakan. :))

Suamiku punya hobi mengumpulkan segala sesuatu tentang One Piece. Ya, One Piece. Entah itu komiknya, filmnya, atau pernak perniknya. Kalau dia sedang tidak sibuk dengan pekerjaannya, dia pasti membuka kembali koleksi komik dan filmnya, kemudian membaca dan menontonnya lagi. Sehingga timbul pertanyaan di kepalaku. Tidakkah dia bosan?

Lain waktu, saat senggang dia mengajakku ke toko buku untuk melihat apakah komik One Piece edisi terbaru sudah terbit atau belum. Atau mengajakku melihat-lihat ke toko film apakah film terbarunya sudah keluar lagi. Dan film itu sebenarnya sudah dia ketahui jalan ceritanya karena film keluar lebih lama dari komik, dan membuatku kembali bertanya-tanya lagi. Tidakkah dia bosan? :D

Namun, begitulah lelaki. Setidaknya itu yang aku lihat dari sosok suamiku. Sejauh apa yang dia lakukan tidak mengenyampingkan tanggung jawab dan tugasnya, aku mendukung sepenuhnya apa yang dia sukai. Dan sejauh apa yang dia sukai juga bukan sesuatu yang negatif. Sekonyol dan seaneh atau se-kekanakan apapun hobinya.

Bukankah di situ peran seorang istri? Mendukung apa yang menjadi kesenangan suaminya. :))

Jadi, apapun yang menjadi hobi pasanganmu, dukunglah. Dengan mendapatkan dukungan dari wanitanya, lelaki merasa dihargai dan dihormati, karena ego mereka sebagai lelaki memiliki naluri untuk dikagumi dan didukung mengenai apa saja yang menjadi kegemarannya. Dengan mendukungnya, seperti itulah cara kita "memberi makan" ego mereka. :)))

Regards,

Tassya Junos


*note : ini banyak banget cerita yang gak ada dari postingan yang hilang kemaren karena aku lupa apaan aja yang udah aku tulis kemaren. Tapi intinya sama sih. Yaudahlah, yang penting nulis. :))

Thursday, December 18, 2014

Kayaknya Cowok Nih, Kayaknya Cewek Nih....

Masih seputar mitos kehamilan.
Hahaha.

Sebenernya ini udah dari kemaren mau saya posting, tapi ya gitu.
Moodnya ga dateng-dateng. Biasalah, ibu hamil emang gitu.
Moodnya tiada menentu.
*ah itu mah elu aje, Tasya.
Hihihi.

Ngomong-ngomong, kenapa masih seputar mitos kehamilan?
Emangnya kemaren saya posting apaan yah?
Kayaknya postingan soal larangan dan petuah-petuah ajaib selama masa kehamilan deh. Termasuk mitos kah?
Well, tergantung dari sudut pandang seperti apa kita menilai.
Kalo percaya itu bukan mitos, ya bukan mitos.
Tapi kalo saya sih iyain aja atau senyumin aja orang-orang yang nasehatin ini itu, ngelarang ini itu dan ngewejangin ini itu.
Yang tau gimana-gimananya tetep kita, dan yang tau kondisi kita ya dokter kita dan kitanya sendiri tentu.

Lah ini jadi cerita ngalor ngidul deh. Ya maklum, emang blog ngalor ngidul kok.
Hahaha.

Emang mau bahas mitos apaan? Tuh sesuai judul.
Yak, tebakan orang-orang soal jenis kelamin bayi yang kita kandung.

Mitos atau fakta?

Jelas mitos lah. Masa jenis kelamin bisa ditebak-tebak. Jenis kelamin bisanya diperkirakan. Melalui pemeriksaan USG. Keakuratannya hampir 100%. Hampir loh.
Tetap ada kemungkinan USG itu salah. Entah salah alat USGnya, atau salah mata dokter yang memeriksa. Hihihi.

Loh apa bedanya nebak sama memperkirakan?

Beda, nebak ya bisa berlandaskan kesotoyan, dari penampakan luar. Kalo memperkirakan ya pake ilmu. Dari USG itu tadi. Hihihi.

Biasanya kalo anak cewek, diliat dari penampakan luarnya perut si ibu melebar. Nggak bulet mancung kayak kalo lagi hamil anak cowok.

Trus kalo lagi hamil anak cewek bawaan si ibu kulitnya bagus, tambah cantik, auranya seksi banget deh, karena bawaan pengen ngerawat diri terus. Kalo hamil anak cowok si ibunya kusem, males mandi, jerawatan, pokoknya gak cantik deh.

Apa benar?

Namanya mitos, bisa benar, bisa enggak. Hahahaha.

Kalo dari saya sendiri, menurut perkiraan dokter janin yang saya kandung insya Allaah perempuan. Trus apa penampakan saya kayak yang saya jabarin di atas? Gak tau yah, saya sih ngerasa perut saya gak lebar-lebar banget, dan gak mancung juga. Standar lah.
Trus kalo soal ngerawat tubuh, saya sih males. Mandi terutama. Ampun-ampunan deh malesnya. Hahaha. Tapi emang alhamdulillaah kulit muka lebih cerah. Gak jerawatan. Oya sejak hamil ini saya stop perawatan dokter. Beralih ke produk pasaran yang aman buat ibu hamil, tapi itupun gak rutin saya pake. Ya karena itu tadi, saya males. Hehehe. Intinya selama hamil ini bawaan saya cuma pengen dandan terus, pengen selfie terus, pengen pake baju bagus dan pergi ke kondangan terus foto-foto.
Absurd.

Hahahaha.

Nah, kalo liat waktu kakak pertama saya hamil anak pertama, perut dia mancung, bulat, dan jerewinya membahana. Semua tebak pasti dia hamil anak cowok. Pas USG dan pas lahir anaknya, perempuan tuh.
Lalu seorang sejawat dokter, waktu hamil perutnya sih emang mancung, tapi dia tambah cantik, kulitnya tambah glowing, dan aura ibu hamilnya seksi banget. Makin kece lah pokoknya. Semua tebak dia hamil anak perempuan karena kecantikannya yang makin-makin pas dia hamil. Ga taunya USG bilang anak dia cowok.

Jadi ya kembali lagi, mau percaya mitos atau nggak ya terserah. Dibawa fun aja yang gitu-gitu mah.
*Lah emang yang bawa ribet siapa? Self toyor* :))))

Semua ibu hamil cantik dan seksi menurutku. Karena aura bahagia diberikan amanah luar biasa oleh Allaah pastinya.

Pokoknya semua ibu hamil yang baca ini, harus selalu fun yaahh.. Gak boleh sedih-sedih, murung, galau apalagi sampe stress.

Salam ;;)

Wednesday, December 10, 2014

Gak boleh ini, gak boleh itu. Jangan gini dan jangan gitu.

"Bumil jangan banyak makan pedas, kasian nanti anaknya.."
"Bumil jangan tidur siang, gak baik.."
"Bumil jangan mandi malam, gak sehat.."
"Bumil jangan begini, bumil jangan begitu, bahaya.."
"Bumil gak boleh gini, bumil gak boleh gitu.."

Hmmm, banyak kan di keseharian kita dengar ucapan-ucapan kayak gitu kalo di sekitar kita ada ibu hamil. Banyak larangan ini dan itu, banyak wejangan ini dan itu.
Dulu sih waktu belom ngerasain sendiri, aku nyantai aja dengarnya. Biasa aja gitu. Tapi ga ikut-ikutan kasih wejangan sih. Siapa aku, masih gadis ikut-ikutan. Sotoy bener. Hehehehe...

Tapiiiii.....

Sekarang aku ngalaminnya sendiri. Dan sungguh semua terdengar menyebalkan. You know why? Dokter yang ngerawat aku aja tuh nggak seribet dan serempong itu. Beliau selalu bilang, "ibu hamil itu orang sehat. Kalo sakit ya nggak jadi lah itu anakmu. Santai aja, jangan terlalu risau dan cemas. Justru itu yang bahaya kalo ibu hamil sampe stress. Oke yaa, santai seperti orang sehat pada umumnya. Yang membedakan kamu sama orang sehat lainnya cuma kamu harus lebih banyak makan. Karena kamu nggak cuma kasih makanan ke badanmu aja, tapi ada badan lain yang juga harus kamu kasih makan..."

See?

Sekarang pertanyaannya, apakah semua ibu hamil kondisinya sama? Tentu enggak. Beda-beda. Jadi kenapa menggeneralisir semua larangan-larangan itu untuk semua ibu hamil? Pertanyaan lagi, siapakah orang yang paling tepat yang mengerti kondisi kita saat hamil? Ya tentu diri kita sendiri dong. Juga dokter yang merawat kita. Kalo dokter kita menyatakan everything's alright, why bother with another 'wejangan dan petuah' yang sebenarnya bakalan lebih berbahaya kalo hal itu terus kita pikirkan dan kita cemaskan sehingga membuat kita stress dan ga nyaman dengan kehamilan kita. Kalo dokter kita merasa ada sesuatu yang ga beres sama kehamilan kita, mereka pasti akan dengan sendirinya mengeluarkan larangan-larangan khusus kok, dan kesemuanya pasti dibilang sama pasiennya. Semuanya untuk kebaikan kita juga. Nah, itu baru yang wajib kita dengerin.

So people, please stop treat pregnant women as if they are painful. Ibu hamil emang butuh perhatian lebih, tapi mereka bukan orang sakit. Selama dokter kandungan mereka menyatakan mereka sehat dan bayi yang mereka kandung baik-baik saja, biasa sajalah ya. Doakan saja yang baik-baik, semoga mereka berdua selalu sehat dan selamat serta lancar menjalani kehamilan sampai waktu bersalin nanti. Berikan mereka dukungan moril, materil boleh juga kalo mau buahahahaha *abaikan.

Kita tahu maksud kalian baik, tapi semakin dikasih wejangan dan larangan yang (maaf) kebanyakan nggak masuk akal, itu cuma akan buat bumil kepikiran dan gak nyaman sama kehamilannya. Bisa berujung stress dan justru itu yang lebih berbahaya dibanding larangan-larangan yang kalian berikan misalnya soal makanan.

Pada dasarnya gak ada larangan dan pantangan makanan buat ibu hamil. Semua boleh, asal gak berlebihan. Ya orang gak hamil aja kalo makan sesuatu yang berlebihan gak bagus kan? Jadi sama aja pokoknya sama orang sehat dan normal pada umumnya. Ya karena kehamilan itu sendiri merupakan kondisi yang fisiologis alias normal, kecuali ada kelainan-kelainan yang ditemukan sama dokter pemeriksanya yang kemudian menjadikan kehamilan itu jadi suatu kondisi yang patologis atau membahayakan.

Jadi balik lagi, percaya aja sama dokternya. Kan kalian sendiri yang pilih dokter itu. Dan jangan lupa berserah dan selalu berdoa sama Yang Maha Kuasa atas segala sesuatunya, mohon kelancaran dan kesehatan. :3

Oke ya. Harus selalu diingat, yang gak boleh buat bumil itu galau dan stress, apalagi sedih berkepanjangan. Itu yang bahaya. Bumil itu harus always happy. Yes, happy. Berbahagialah kawan, karena banyak wanita di luar sana yang ingin diberi kesempatan yang sama seperti kalian. Banyak wanita di luar sana yang ingin berada di posisi kalian. Banyak wanita di luar sana yang berdoa siang dan malam hanya untuk merasakan apa yang kalian rasakan saat ini. Jadi, gak ada alasan buat bersedih. Cheers....

Monday, December 8, 2014

Welcoming 3rd trimester :3

Uwooowwww... Gak terasa udah mau akhir tahun... Itu artinya sebentar lagi mau pergantian tahun...
Eeerrrr....

Gak terasa juga kandunganku udah mau memasuki bulan ke 7, yang artinya memasuki trimester ketiga, yaitu tahapan akhir dari masa mengandungnya seorang ibu.
(((DEG-DEGAN)))

Apaan aja sih yang udah aku lewatin selama 6 bulan masa kehamilan, trimester pertama dan kedua sampe sekarang udah mau memasuki trimester ketiga?
Hmmm, banyak. Alhamdulillaah aku gak mengalami yang namanya mual muntah berlebihan. Aku juga gak ngalamin banyak keluhan. Yang aku rasain itu cuma males, ngantuk, teler, badan remeuk, sama pusing. Loh kok jadi banyak keluhannya?

Hahaha. Gitulah.

Intinya aku ga aneh-aneh, ngidam aja nggak macem-macem. Yah gak sampe nyuruh laki ane pusing-pusing menuhin keinginanku lah. Nggak sampe bikin dese bangun tengah malem, bangun jam 2 pagi cuma buat nyariin makanan yang tiba-tiba aku pengen, gak sampe bikin dia melakukan hal konyol lainnya karena menuruti keinginanku, misalnya aku ngidam pengen liat dia nyanyi di tengah lapangan olahraga di hari minggu saat banyak orang dateng buat olahraga pagi. Gak. Gak segitunya. :D

Ngomong-ngomong soal ngidam, aku sebagai orang medis agak gak terlalu percaya yah. Bukan gak percaya, tapi soal ngidam itu sendiripun penjelasan secara medisnya aja aku ga tau gimana. Kok bisa ada orang kepengenannya aneh-aneh dan sometimes not make sense. Kurasa lebih ke rasa manjanya si ibu aja yang lagi hamil, bawaan badan ga enak, moody, sensitif, dan butuh perhatian lebih dari sang suami, makanya suka minta yang aneh-aneh. Tapi aku sendiri sih alhamdulillaah gak ngalamin.

Persiapan buat melahirkan? Belooom.... Hihihi... Berhubung ini akhir tahun, pas banget momennya kan. Pasti banyak diskonan deh. Nah, nunggu momen itu aja. Hahahaha. Mental emak-emak emang gak bisa bohong. :p
Jadi ya aku belom beli apa-apa. Sabar aja, pelan-pelan dan satu-satu. Ditabung-tabung aja dulu dananya hehehe.

Sekarang kesibukan ngapain? Gak ada, di rumah aja. Seperti yang udah kuceritain di postingan sebelumnya. Full time wifey and upcoming mommy. Sementara aja sih. Karena aku tetap harus kerja. Karena aku dokter kebanggaannya Ayah dan Bunda. :'D
Di rumah aja bukan berarti aku nggak ngapa-ngapain. Aku belajar. Belajar dan terus belajar. Karena dalam dunia kedokteran, hidup seorang dokter itu adalah long life education, a lifetime learning. Yap, belajar seumur hidup. :D

Yang aku pelajari nggak berat-berat. Yang ringan-ringan aja. Kasian nanti anakku ikutan pusing di dalam. Contohnya ya belajar gimana menjadi orang tua yang baik, mempelajari bagaimana menjadi sekolah pertama buat anakku nanti, apa yang harus kulakukan untuk menjaga kesehatan anakku nanti, dan tentunya belajar mempersiapkan mental untuk bersalin nanti.

Intinya, aku bahagia menjalani kehamilan pertamaku ini. Mengandung benih dari laki-laki paling berharga dan berarti dalam hidupku, merupakan suatu anugrah. Tentu tak ada lagi yang bisa kuucapkan selain rasa syukur yang mendalam di setiap sujud dan penghambaan diriku padaNya. Kurasa ribuan rangkaian kalimat penuh syukur tak kan cukup menggambarkan betapa Ia Maha Baik dan tentu saja Maha Pengasih telah mempercayakan amanah besar ini padaku, insya Allaah.

Namun satu kalimat alhamdulillaahirabbil'alaamiin mampu mewakili semuanya. :'D

Nak, sehat selalu ya. Ayah dan Ibu mencintaimu sepenuh jiwa raga kami berdua. Kamulah harapan kami, kamulah kebahagiaan kami, semoga kamu menjadi penyejuk mata dan hati kami serta kedua kakek dan nenekmu kelak. Aamiin.

We love you, dear.

Friday, December 5, 2014

Meninggalkan Ayah Bunda untuk mengabdi kepada orang (yang tadinya) asing. :D

Lagi kepengen rajin-rajinnya ngeblog. Terserah mau nulis apa tapi someone once said, yang penting lo nulis Ta. Iya, semangat sih. Tapi mau nulis ini juga ngumpulin niat dulu. Trus pas moodnya dateng, bingung mau nulis apa. Pas idenya ada, moodnya udah mabur lagi. Gitu aja terus sampe lebaran kuda.

Sungguh isi tulisan yang tiada berfaedah! Hahahahaha. Abaikan!

Yak seperti yang udah gue ceritain di postingan sebelumnya, gue udah nikah. Dan seakan udah berpengalaman banget, banyak yang nanya-nanya soal kehidupan rumah tangga dan minta nasehat dari gue. Halah. Usia pernikahan gue juga baru seumur jagung banget. Bulan ini baru mau 1 tahun. Masih minim banget kan pengalaman gue pastinya. Tapi di satu sisi alhamdulillaah juga kalo ada yang minta nasehat atau sekedar curhat dan sharing atau nanya-nanya sama gue. Artinya orang itu percaya sama gue. Tengs ya kawan. :p

Gue sadari, jalan ke depan yang akan gue lalui bersama suami tuh masih panjang banget. Kerikil-kerikil dalam pernikahan bakalan masih banyak banget yang akan gue dan suami hadapi. Permasalahan yang kami hadapi sekarang saat masih berdua pasti akan jauh berbeda dengan permasalahan-permasalahan yang akan kami hadapi nantinya setelah anak kami lahir. Tapi sebagai orang dewasa yang sama-sama mau untuk selalu belajar, insya Allaah kami berdua siap.

Salah satu yang pernah ditanyain oleh beberapa temen gue soal pernikahan ini adalah, gimana sih Ta rasanya menikah trus dibawa sama suami lo jauh dari orangtua? Apa nggak kangen? Apa nggak homesick? Kok berani sih nikah sama orang yang bakalan bawa lo pergi jauh dari jangkauan orang tua, ketemu paling nggak setahun sekali atau dua kali. Dan begini. Dan begitu.

Iya, gue emang nikah sama orang yang kampungnya jauh dari kampung halaman gue. Gue nikah sama orang yang berdomisili di tempat gue kuliah. Gue sendiri orang Bekasi. Dan suami gue orang Aceh. Asli. So jelas kalo setelah merid gue dibawa dese ke daerah asalnya. Kita nikah di Bekasi. Nggak lama setelah akad nikah dan resepsi di tempat gue, kami berdua langsung cabut ke Aceh karena gue mau yudisium profesi dokter waktu itu. Iya, dari gue nikah sampe ikut suami cuma berapa hari ya, ga sampe seminggu gue tinggal di rumah orang tua di Bekasi. Sedih sih, karena gue udah 5 tahunan jauh dari orang tua, selesai koass cuma jeda 2 minggu gue merid dan gak lama kemudian gue pun diboyong sama suami ke Aceh.

Pas ditanya, berat gak Ta jauh dari orang tua? Hmmm, kalo ditanya berat ya gue jawab berat gak berat. Berat ya karena itu tadi, gue udah merantau lama jauh dari orang tua, pas udah kelar kuliah juga gak bisa lama-lama lagi sama Ayah Bunda. Udah harus ikut suami. Tapi nggak terlalu berat karena ya gue kuliah di Aceh 3,5 tahun sendiri dan kemudian lanjut koass di Binjai dan Medan, sendirian juga. Intinya gue udah lumayan terbiasa jauh dari orang tua, jadi dirasa-rasa ya nggak berat banget.

Tapi satu hal yang gue bilang juga sama temen yang nanyain hal kayak tadi sama gue. Apa itu? Gue bilang, selama suami kita baik, perhatian, sayang dan memanjakan kita, yakinlah kalo kita gak bakal merasakan kekurangan kasih sayang. Klise ya? Tapi ya emang itu yang gue rasakan. Jadi pertanyaan kenapa mau sama laki-laki yang bawa lo jauh dari orang tua, ya karena itu. Karena suami gue selalu meyakinkan gue kalo gue gak akan sendirian, kalo gue tetep akan merasa di rumah walau gak sama Ayah Bunda, kalo gue justru akan merasa homesick saat gak ada dia. Kenapa yakin sama dia? Karena dia berhasil membuat gue yakin. As simple as that. :')

Tapi tetep, peranan orangtua emang gak terganti. Ada kalanya gue ngerasa kangen banget sama Ayah Bunda sampe nangis. Apalagi tengah hamil gini. Rasanya mau selalu ada di deket Bunda, ibu kandung kita sendiri. Dan ngeliat kenyataan gue sekarang jauh dari Bunda, jelas ni air mata tumpah. Tapi sekali lagi, dia berhasil buat gue gak ngerasa sendirian. Pelukan suami bener-bener menyembuhkan. Ya gue berhasil tersenyum dalam tangis kalo lagi kangen Ayah Bunda. Karena dia. Karena dia yang selalu bilang, "ada aku yang akan selalu membuatmu nyaman." :'D

Jadi, sebelum memutuskan untuk menikah dan meninggalkan kehangatan cinta Ayah Bunda kita untuk mengabdi pada seseorang yang sejatinya asing bagi kita, yakinkan dulu hatimu. Yakinkan dulu dirimu. Diakah orangnya? Diakah orangnya yang akan membuatku selalu merasa di rumah dengan segala kasih sayang dan perhatiannya? Diakah yang membuatku akhirnya berhenti mencari? Diakah yang akhirnya membawaku pada satu kalimat pasti, "ya, aku yakin kamulah orangnya".

Satu hal buat gue, mengutip ungkapan seseorang, yaitu : "home is wherever your husband is". Yes, I do believe. :')))))

Thursday, December 4, 2014

Jumpa Lagi

Halo haloooo...
Ya ampun, punya blog tapi nggak pernah diurusin..
Post cuma 1..
Ini baru ngepost lagi..

Dan apakah yang menggerakkan niatku buat mau mulai ngurusin blog ini lagi? Kalo diliat dari post terakhir aku, (gaya banget, padahal post cuma 1 dan baru 1, hahaha) itu post udah lama banget. Setahun lalu, lebih deh. Pas aku masih koass. Sekarang, alhamdulillaah udah jadi dokter. Hehehe. Dan pastinya selama setahun lebih itu banyak banget hal yang terjadi dalam hidup aku yah. Yaiyalah, secara aku posting blog dari tahun 2013 awal dan sekarang 2014 aja udah mau abis. Nggilanih, hahahah.

Yap, aku udah ngelarin pendidikan profesi aku selama kurang lebih 1 tahun 7 bulan. Kelar coass, nggak lama aku nikah. Ntar kapan-kapan mau aku sharing ah proses perkenalan dan pertemuan aku sama laki-laki yang sekarang udah jadi suamiku. Hihihi. Hari ini cuap-cuap nggak jelas aja dulu yah. (Kayak bakalan jelas aja cuap-cuap gue selanjutnya, wekekekek).

Kembali ke laptop. Nah jadi, gue kembali ngurusin blog busuk gue ini yang kalo diibaratkan rumah, debunya pasti udah setebel muka mantan nggak tau malu yang ngajak-ngajak kita balikan terus padahal doi yang mutusin dan ninggalin kita (halah), ini apa sih kok jadi ke mantan, oke fokus. Jadi kenapa ngomongnya udah gue-gue, kayaknya di awal aku-akuan deh. Nah iya, gitulah Tasya. Anaknya labil. Yah namanya juga perempuan. Tapi intinya perempuan itu selalu bener ya. Kalo ada salah, itu semua salah cowok. Aduh apa sih gue nyerocos gak karuan gini.

Fokus....

Jadi gue kembali ngisi blog ini, karena sekarang gue adalah dokter yang gak ada kerjaan. Lah gimana? Iya, jadi setelah gue lulus koass, gue masih harus ngejalanin ujian ina ini itu ono. Panjang deh perjalanan. Intinya gue kudu ngejalanin ujian lagi. Ujian Kompetensi Dokter Indonesia tepatnya. Setelah lulus itu, baru gue sah sebenar-benarnya jadi seorang dokter. Gue dapet Sertifikat Kompetensi sebagai dokter umum, dan gue dapet STR alias Surat Tanda Registrasi yang kemudian bisa gue pergunakan untuk membuat Surat Ijin Praktek atau SIP. Nah tapi, berhubung gue angkatan KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi, gue kudu ngejalanin satu program lagi tuh. STR yang gue dapet cuma STR sementara, atau istilahnya STR Kewenangan Internsip, untuk gue ngejalanin satu program lanjutan dari pemerintah supaya STR asli gue bisa keluar. Iya, programnya namanya internsip. Ntar gue cerita lebih lanjut tentang internsip itu sendiri. Lalu, gue kan harus internsip tuh. Pertanyaannya, kenapa gue sekarang justru nggak ada kerjaan, kan gue kudu internsip. (Tapi siapa yang nanya yah? Kikikik)

Bodo ah, biarpun ga ada yang nanya, gue ceritain aja.

Jadi gue nggak ngejalanin internsip karena sekarang gue lagi hamil. Udah jalan 7 bulan. Wow, bentar lagi launching dong? Insya Allaah. Gue nggak internsip dulu ya berbagai macam alasan lah. Salah satunya karena gue lagi hamil ini. Waktu pembukaan internsip gelombang aku kemaren, aku baru hamil kurang lebih 5 bulanan. Iya emang sih, banyak orang hamil tetap kerja, banyak dokter-dokter yang lagi hamil tetep koas, tetep praktek, tetep beraktivitas kek biasa lah. Cuma suami aku khawatir, gak mau aku kecapean, dan lain sebagainya. Dia kurang berkenan. Mungkin karena anak pertama yah. Yaudah nurut aja, toh yang penting suamiku dukung profesiku. Dan lagi kondisi rumah sakit yang mana berbagai macam penyakit kemungkinan ada di sana, dia ga mau ambil resiko aku tertular dan membahayakan janin kami. Dokterku pun bilang gitu. Karena ada beberapa vaksin yang seharusnya aku ambil sebelum nikah dan hamil, tapi nggak aku ambil karena nggak sempet dan kendala budget juga. Hehehehe. Insya Allaah anak kedua nanti aku akan lengkapi vaksin aku, jadi kalo hamil anak kedua nanti kalo aku kerja udah aman, insya Allaah. Duh anak pertama aja belom mbrojol, udah mikir anak kedua aje. Visioner. :))) Kalo ada yang bilang lebay deh, ibu hamil lain santai aja tuh kerja di rumah sakit. Ya biarin aja, mungkin dia udah vaksin. Atau kalopun dia ga vaksin, ya dia yakin aja ga bakal ketularan orang lain selama dia kerja. Tapi setiap orang kan punya cara beda-beda yah ngelindungin diri sendiri terlebih calon anak yang lagi dikandung. Duh gue ceritanya udah ke mana-mana nih ampe ke vaksin-vaksin segala. Maklumin aja yah, namanya blog ngalor ngidul. Hahahaha.

Kayaknya segini dulu lah ya. Gue kaga kuat duduk lama-lama. Sakit punggung sampe pinggang coy. Hahahaha. Doain ya aku dan calon babyku sehat wal afiat dan diberikan kelancaran ngejalanin semuanya. Aamiin yaa Allaah.

Okee, ciaobella.
Good night, fellas.